Setiap memasuki bulan Oktober dan November kita disibukkan dengan demo buruh yang menuntut kenaikan Upah minimum baik Kota maupun Provinsi, energi berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, buruh, dewan pengupahan maupun pemerintah seakan terkuras habis dan sialnya hal tersebut berulang setiap tahunnya seperti pesta tahunan.
Apabila kita coba mencermati kenaikan UMP/UMK maka kita akan menemukan UMP/UMK dengan berbagai variable cara pandang yang berbeda.
Sebagai komponen penambah biaya/cost
Kenaikan Upah minimum ditanggapi oleh sebagian pengusaha sebagai penambah beban biaya/cost yang secara langsung akan berpengaruh pada kenaikan harga pokok barang atau dianggap sebagai komponen yang akan mengurangi pendapatan. Kenaikan harga pokok akibat kenaikan UMP/UMK dikhawatirkan akan menaikan harga jual yang berimbas pada menurunnya volume penjualan. Pada sisi lain keberatan pengusaha untuk menaikkan UMP/UMK juga diakibatkan oleh biaya-biaya lain misalnya kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM, biaya pengurusan surat-surat perizinan yang cenderung mahal dll
Sebagai komponen pemacu naiknya daya beli masyarakat
Beberapa pengusaha menilai bahwa kenaikan UMP/UMK sebagai salah satu komponen pemacu kenaikan daya beli masyarakat, kenaikan upah dianggap sebagai awal dari efek berantai kenaikan volume panjualan. Bagi kalangan pengusaha ini kenaikan upah tidak terlalu dikhawatirkan sebab mereka berasumsi bahwa kenaikan upah akan menaikkan buying power masyarkat sehingga diharapkan produk yang mereka hasilkan akan laris manis dibeli/dikonsumsi oleh masyarakat yang telah naik daya belinya.
Sebagai ilustrasi , Seseorang yang upah Rp. 1.000.000,/bulan hanya mampu membeli baju yang harganya maksimal Rp. 50.000,- maka ketika upahnya naik menjadi Rp. 1.500.000,- maka dia mampu membeli baju yang maksimal Rp. 75.000,-
Dari ilustrasi diatas dapat kita asumsikan bahwa kenaikan Upah sebesar 50% dapat menaikkan daya beli masyarakat kurang lebih sama yaitu 50%
Saat ini jumlah buruh di Indonesia kurang lebih mencapai 40 juta orang, bagi sebagian pengusaha yang jeli, ini merupakan pangsa pasar yang sangat besar sehingga kenaikan daya beli dari 40 juta orang tersebut akan berdampak signifikan pada kelangsungan usaha mereka, apalagi apabila pemerintah memberika berbagai paket kemudahan maupun perbaikan infrastruktur yang dibutuhkan pengusaha, sudah barang tentu akan membuat iklim usaha kita menjadi sangat menjanjikan.
Sebagai komponen pertaruhan politik pemerintah
Kenaikan UMP/UMK mau tidak mau terseret ke kancah politik, bukan lagi rahasia apabila banyak sekali para calon pejabat yang menjadikan keikan upah ini sebagai isu untuk menarik simpatik para calon pemilihnya. Karena ingin mendapat simpatik, maka mereka tanpa ragu-ragu menjanjikan kenaikan upah tanpa terelbih dahulu membuat penelitian akan besaran kenaikkan upah.
Kenaikan upah minimum ini dianggap pula sebagai komponen yang memicu kenaikan Inflasi. Pada posisi inflasi yang masih terkendali maka akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi namun apabia kenaikan inflasi tersebut liar tanpa kendali, bukan hanya nasib ekonomi rakyat yang terganggu, malah legitimasi pemerintah juga dipertaruhkan.
Dari ketiga komponen diatas, perlu diadakan kajian yang akurat dengan memakai berbagai bidang ilmu misalnya statistik, program linear dll sehingga didapat satu angka yang dapat diterima oleh semua pihak-pihak terkait. Angka inilah yang kemudian kita sebut sebagai kenaikan upah minimum kota atau upah minimum provinsi.
No comments:
Post a Comment